Halalkah Asuransi?

Dalam menghadapi  masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, kita perlu mempersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. Salah satu caranya dapat dilakukan melalui asuransi. Ikhtiar kesiapan atas risiko di masa depan tersebut sebenarnya sejalan dengan spirit Surat Al Hasyr ayat 18, “Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sesuai dengan angka penetrasi asuransi Indonesia yang relatif kecil, asuransi memang belum menjadi perhatian besar masyarakat kita. Banyak anggota masyarakat yang masih belum memahami manfaat asuransi. Lebih jauh lagi pada masyarakat muslim, banyak yang masih mempertanyakan kehalalan asuransi.

Memang semenjak kemunculan asuransi komersial (konvensional), para ulama baik perorangan maupun lembaga telah mengharamkannya. Di antaranya dalam Muktamar I Al Majma’Al Fikhiy Al Islami (Divisi Fikih Rabithah Alam Islami) pada tahun 1978 di Mekkah, di mana asuransi komersial diputuskan haram karena mengandung gharar (ketidakjelasan), qimar (judi/spekulasi) dan riba. Namun demikian, setelah mengharamkan asuransi komersial, Al Majma’Al Fikhiy Al Islami tersebut menyertakan fatwa membolehkannya asuransi islami yang bersifat kooperatif (ta’min ta’awuni), terbebas dari riba, serta terbebas dari gharar.

Selanjutnya pada tahun 1985, Al Majma’ Al Fikhiy Al Islami (Divisi Fikih OKI) juga mengusulkan konsep pengganti asuransi komersial dengan keputusan No.9 (9/2) 1985 yang berbunyi, “sebagai ganti dari asuransi komersial yang diharamkan yaitu ta’min ta’awuni (asuransi syariah) yang dibangun atas dasar hibah dan tolong-menolong.” Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional juga telah mengeluarkan fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah No. 21/DSN-MUI/X/2001.

Untuk memperjelas pemahaman, berikut ditampilkan ringkasan perbedaan antara asuransi komersial dengan asuransi syariah.

AspekAsuransi KomersialAsuransi Syariah
AkadAkadnya tukar-menukar, yakni antara pembayaran premi dengan pembayaran pertanggungan. Skema ini memunculkan gharar (ketidakjelasan) sehingga hukumnya haram.Akadnya hibah antar pemegang polis. Pada akad hibah ini, potensi gharar menjadi diperbolehkan.
Status PerusahaanPerusahaan asuransi komersial statusnya adalah pemilik danaPerusahaan asuransi syariah statusnya adalah wakil dari para pemegang polis
Kepemilikan PremiPremi yang dikumpulkan merupakan milik perusahaan asuransi sebagai imbalan kesiapan menanggung ganti rug atas risiko yang diasuransikanPerusahaan asuransi syariah bukanlah pemilik premi yang dikumpulkan.
Sisa DanaSisa uang setelah dipotong ganti rugi yang diberikan kepada pihak tertanggung merupakan laba milik perusahaanSisa uang setelah dipotong ganti rugi yang diberikankepada pihak tertanggung dan baya operasional adalah milik pemegang polis, bukan milik perusahaan.
LabaLaba dari dana yang dikembangkan dimiliki penuh oleh perusahaan asuransiLaba dari dana yang dikembangkan setelah dipotong bagi hasil untuk perusahaan asuransi, dikembalikan  kepada pemegang polis
TujuanPerolehan labaTolong-menolong antar sesama

Sumber: Tarmizi, Erwandi (2019). Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: Berkat Mulia Insani

Leave a comment